Saya hanya mencoba selalu bersyukur atas apa yang telah Allah berikan selama ini. Mencoba untuk ikhlas atas apa yang telah Allah cabut dari hidup ini dan apa yang tidak Allah berikan pada diri ini. Mencoba untuk pasrah atas apa yang akan Allah berikan pada diri ini kelak.

Rabu, 23 April 2008

What Should I do

My feeling at 23 March 08

Salah satu tanda tanya besar yang selalu ada dalam benak saya hingga saat ini adalah: Apa siy yang seharusnya saya lakukan?? Ikhtiar terbaik apa yang seharusnya saya jalani?? Apakah harus tetap mengejar dia seperti biasa, atau diam saja?? Ato malah meninggalkan dan melupakannya seperti yang saat ini sedikit demi sedikit sedang saya jalani..?? Astagfirullah...Saya benar-benar tidak tau harus bagaimana. I have no idea.. What should I do??

Setiap ada kesempatan saya selalu sholat istikharah memohon petunjuk terbaik dari Allah mengenai masalah ini. Bahkan dalam sujud sholat wajib pun tidak ketinggalan permohonan ini terucap. Insya Allah kedua kalimat tadi bukan riya kepada pembaca lain, karena saya hanya ingin berbagi saja betapa sulitnya manusia bertindak tanpa ridha dari yang maha kuasa. Namun, sepertinya Allah belum mau memberikan jawabannya secepat ini. Berbaik sangkalah kepada Allah. Rancangan kehidupan terbaik-Nya untuk diri ini sedang dipersiapkan untuk dibuka pada saat yang tepat.

Kembali ke masalah ikhtiar apa yang seharusnya saya lakukan dalam menghadapi masalah ini. Mari kita bahas satu persatu, mudah-mudahan pembahasan ini semua bisa sedikit memberikan pencerahan pada hati.

1. Mengejar seperti biasa. Sejujurnya, ikhtiar inilah yang sangat saya harapkan. Dimana saya kembali berjuang meraih cinta darinya kembali. Namun, banyak rintangan dan hambatan dalam menjalankan ikhtiar ini. Hambatan utama adalah kesibukan dirinya yang menjadikan sulit sekali saya untuk menemuinya. Dia selalu berkata bahwa semester ini memang kesibukannya luar biasa, bahkan hampir setiap hari pulang malam. Namun ketika saya menawarkan diri untuk menjemputnya, dia menolaknya dengan alasan tidak enak. Kenapa harus seperti itu? Bukankah dia bilang sebelumnya kalo dia tidak ingin hubungan ini berubah? Ok lah kalo emang dia tidak ingin pegangan tangan lagi dengan saya, tapi kan ini hanya sekedar menjemput!! Rumah kami pun tidak terlalu jauh, yah itung2 menolong sesama juga kan. Saya sudah berkali-kali menawarkan bantuan ini karena saat ini dia selalu dijemput oleh papanya. Saya hanya merasa kasihan sebab papanya memang sudha jarang keluar rumah, jadi ketika masih pacaran dulu pun saya selalu mengusahakan untuk menjemput dia, karena dia bilang tidak enak dan kasian ke papanya kalo harus sering jemput dia. Itu dulu, ketika saya masih berpacaran dan jadwal kuliah pun masih padat. Tapi kini, saat saya benar2 kosong dari hari senin-kamis (bahkan jumat pun saya sudah sampai dirumah pada jam 2) ternyata dia tidak mengharapkan bantuan itu... (sigh).
Untuk hal-hal kecil seperti SMS pun tampaknya sulit untuk dilakukan. Frekuensi SMSan yang kami lakukan jauh...jauh...berkurang dibandingkan dulu. Hal ini bisa saya maklumi siy berhubung kesibukannya. Hanya saja tampaknya hari sabtu dan minggu (termasuk hari2 disaat dia libur kuliah) menjadi ikut terkena imbas. Pada awal putus, saya masih sering mengusahakan untuk SMSan dengan dia pada saat Sabtu dan minggu. Namun semakin lama saya menyadari semakin sulit mencari waktu dia untuk bisa SMSan agak sering dalam waktu yang cukup singkat seperti dulu. Setiap saya mendapat balasan, langsung secepatnya saya jawab lagi. Namun tetap saja balasannya cukup lama (dia bilang sambil melakukan pekerjaan2 lain). Ok lah, jadi ikhtiar ini sulit dilakukan. Oýa, akhir-akhir ini pun (sebelum saya memutuskan untuk tidak mengejar dirinya lagi) saya merasa dirinya sudah tidak terlalu peduli dengan keadaan saya Maksudnya begini, setiap SMS balasan yang saya terima, ya benar2 jawaban2 dari pertanyaan saya saja tanpa dia menanyakan balik apapun yang bisa ditanyakan (karena memang sudah lama tidak bersama, seharusnya banyak hal yang tidak diketahui dan bisa dijadikan bahan pertanyaan).
Ketika saya konfirmasikan hal ini, dia bilang kalo dia juga tidak tau kenapa. Hmmm..pusing juga yaa.. Saya seperti tidak diperdulikan lagi oleh dia. Kalo kayak gini terus, buat apa saya capek2 SMS dia?? Toh dia juga merespon begitu saja, tidak ada komukasi ‘tek-tok’ istilahnya.. Saya juga jadi tidak enak hati karena takut memang dia sudah tidak butuh ada saya dalam hidupnya.
Itu faktor SMS, apalagi telepon... Jadi tidak perlu dibahas. Termasuk juga masalah saya kalo main kerumah dia. Berhubung waktu kosong dia hanya sabtu dan minggu, jadi kesempatan saya untuk main kerumah dia hanya 2 hari itu saja. Itupun sebelumnya harus konfirmasi dulu ke dia, karena biasanya dia hanya ingin santai2 dirumah, beres2 rumah, atau bahkan pergi keluar sehingga saya tidak bisa kerumahnya. Pernah suatu kali saya konfirmasi beberapa hari sebelumnya bahwa hari sabtu saya ingin main kerumahnya, dia bilang belum tau bisa atau tidak. Ok, saya tunggu kepastiannya. Ternyata pas hari sabtu dia bilang kalo dia akan pergi dengan saudaranya. Hmmm (lagi2, hmmmm...)...tumben ya, biasanya dia akan lebih memprioritaskan acara dengan saya selain karena dulu memang masih berstatus pacarnya, namun juga karena saya lebih dulu membuat jadwal dengannya daripada saudaranya. Kalaupun memang jadwal saya yang dikorbankan, gak apa2, toh saya juga uda bukan siapa2 baginya lagi kan? Apalagi ini saudaranya yang ngajak, jadi dia akan prioritaskan itu pada saat ini. Namun yang lagi2 jadi kebingungan saya, biasanya dia akan menawarkan waktunya setelah dia sampai lagi dirumah. Jadi, walaupun dia capek setelah bepergian, dia tetap menawarkan saya waktu untuk bertemu. Jadi walaupun aga malam, kita pasti tetap ketemu (biasanya saya memberikan waktu dia untuk istirahat dulu biar g terlalu capek). Tapi sekarang?? Hehe..mudah2an apa2 yang saya katakan ini bukan perkataan emosi, hanya fakta2 dari apa yang saya rasakan. Yup, untuk kasus waktu itu, dia hanya bilang minta maaf akan pergi dengan saudaranya. Titik... Uda, itu aja. Tidak ada penawaran darinya lagi, entah pada hari itu juga, atau penawaran datang pada keesokan harinya, yaitu minggu. Lagi2 saya mencoba untuk berbaik sangka kalo minggu mungkin dia memang ingin istirahat banyak ato blajar dan ngerjain tugas2nya. Tapi ya itu, masi ada sesuatu yang mengganjal.. Ada apa dengan dia?? Wallahu alam...
Yang jelas, dari beberapa faktor yang saya coba jelaskan (mungkin masi ada yang kurang, ato penjelasannya kurang gamblang. Tapi tidak apa2, seingetnya dulu. Kan kalo inget lagi bisa nyusul di postingan baru.. hehe) saya jadi mengambil kesimpulan bahwa ikhtiar ini sulit untuk dijalankan. Kadang saya berpikir “masa siy Cuma karena sebab2 sepele saja uda bikin saya kalah gini??”. Bukan, masalahnya bukan itu.. Terlalu banyak hal2 yang sangat berbeda dari dirinya, maupun keadaan yang tercipta yang menjadikan saya sangat bingung untuk menerimanya. Saya tau koq dan sadar 1000% kalo dia memang saat ini supersibuk. Tapi ya itu, mungkin karena saya uda bukan siapa2 lagi untuk dia, jadi yaaa...tidak perlu banyak pengorbanan dari dia untuk saya. Walaupun faktor2 tadi simpel, kecil dan sepele, namun jika terus-terusan menghantam saya, cukup jenuh juga untuk saya hadapi..
2. Dari faktor2 diatas, saya berkesimpulan bahwa sulit sekali untuk mencoba dekat kembali dengan dia. Oleh karena itu, timbul pemikiran saya untuk pasif saja. Diam saja mengamati apakah dia masih mau kontak, atau meminta bantuan saya untuk menjemput dia. Atau bahkan dia ngajak saya jalan!!! Wah, mimpi indah tuh...(mudah2an cepet kejadian deh.. Amien...). Cuma ya itu, saya aga sulit menjalankannya karena semakin saya diamkan ternyata keadaan sama seperti semula (maksudnya sama aja dia tidak banyak kontak ke saya..). Di saat2 inilah saya semakin merasa ‘Ok, rasanya saya sudah cukup mengerti bahwa tampaknya dia memang tidak ingin kembali ke saya’ entah sampai kapan.. Namun saya tidak mau berharap apa2 lagi, karena semakin diri ini berharap, semakin banyak kekecewaan yang didapat. So, we move to third alternative...
3. Ikhtiar pertama: GAGAL... Ikhtiar kedua: GAGAL... So, tersisa hanya ikhtiar ketiga. Pilihan yang sangat2 saya takuti dan hindari sebisa mungkin pada awalnya. Namun keadaan juga lah yang membawa saya untuk mengambil alternatif ini, yaitu memutuskan untuk pergi, tidak mengejar dia lagi, dan mundur dari kehidupannya. Sudah hampir 2 minggu saya jalani keputusan ini (dia pun sudah tau kalo saya mengundurkan diri dari perjuangan mendapatkan hatinya lagi), bahkan dalam SMS terakhir saya pun tidak lagi memanggil dia dengan sebutan sayang saya untuk dia (maaf, saya tidak ingin menyebutkannya disini), saya pun menyebut diri ini dengan sebutan ‘saya’, bukan dengan sebutan yang biasa kami sebut. Saya pikir ini semacam terapi awal diri untuk membiasakan diri membunuh harapan2 yang masih saja meracuni otak dan hati ini. Beberapa hari yang lalu pun (tepatnya sebelum saya mengatakan keinginan untuk mundur darinya) saat papa dan ade saya kerumahnya, saya tidak ikut. Sebenarnya papa dan ade tidak berencana untuk kerumah dia, tapi memang ada keperluan lain. Hanya, saya uda mencium kemungkinan mereka akan kerumah fulanah ini sebelum mereka pergi. Makanya saat mereka ngajak saya, saya tidak ikut. Begitu pula dengan sikap saya yang mencoba untuk cuek, tidak memikirkan dia, tidak SMS bahkan telepon dan kerumahnya. Cuma saya benar-benar bingung.. Apakah tindakan saya saat ini sudah tepat?? Apakah saya akan seperti ini seterusnya?? Bagaimana kalo suatu saat saya bertemu dengan dia di suatu tempat? Apa yang harus saya lakukan? Diam? Ato menyapanya? Bagaimana kalo ketika bertemu, dia jalan dengan cowo barunya? Apakah saya masih harus kerumahnya? Hmmmm... Sulit...Sulit sekali.. Sulit menyembunyikan perasaan ini darinya.. Sulit untuk tidak memikirkannya.. Memikirkan dia adalah kesenangan dan kebahagiaan untuk saya.. (sigh) ... ironis...

Tidak ada komentar: